2.557 Days (7th)
2.557
DUA RIBU, LIMA RATUS, LIMA PULUH TUJUH hari telah kita habiskan bersama, seperti ombak yang tak pernah kembali ke pantai yang sama. Pada hari ini Senin 11 Agustus 2025, kita berdiri di tepi sebuah persimpangan—bukan di puncak yang memeluk langit, melainkan di jalan bercabang yang sunyi, di mana angin membawa bisik-bisik ujian yang tak terduga.
Perjalanan kita tak pernah menjadi jalan setapak yang tenang. Ada tanjakan berbatu yang mengoyak telapak kaki, ada lereng licin tempat kita hampir tergelincir, ada langit yang berubah warna tanpa peringatan—biru menjadi kelabu, teduh menjadi petir. Namun di sela badai, pernah pula kita menjemput pagi yang berkilau di atas embun, menatap senja yang mengurai langit menjadi emas cair, dan menunggu malam sambil menghitung bintang, seolah waktu tak mampu menyentuh kita.
Kita adalah dua pelaut yang menantang samudra luas. Kapal kita pernah menari di atas gelombang tenang, dan pernah pula dihantam ombak setinggi doa yang tak terkabul. Kini layar kita koyak, tali-tali berdecit, dan kompas pun seolah ragu menunjukkan arah. Tapi lihatlah—meski terombang-ambing, kita belum karam. Kita masih terapung di antara harapan dan luka.
Doaku sederhana, tapi menyala seperti lentera di tengah kabut: semoga kita diberi hati yang lapang seperti padang yang menerima semua hujan, diberi kekuatan seperti akar yang bertahan dalam tanah kering, dan diberi keberanian seperti burung yang terbang di tengah angin ribut. Semoga kita punya kelembutan untuk merangkul meski hujan belum reda, dan kebijaksanaan untuk memilih diam ketika badai masih bergemuruh di dada.
Dan jika kelak kita menoleh ke belakang, semoga yang kita temui bukan luka yang berdenyut, melainkan cahaya kecil yang membimbing kita melewati malam. Semoga kita bisa berkata pada diri sendiri: kita pernah berjalan di tepi jurang, kita pernah menantang badai, dan kita tidak hilang. Karena cinta, sejatinya, bukan hanya pelayaran di laut teduh, tapi keberanian untuk tetap mengarungi gelombang, hingga suatu hari nanti, kita menemukan pelabuhan yang mau menerima kapal kita apa adanya—meski penuh bekas pertempuran dengan laut.





Comments
Post a Comment